Dunia Mencari Cara Mengurangi Ketegangan Konflik di Jalur Gaza.

(VOVWORLD) - Menghadapi eskalasi konflik di Jalur Gaza dalam beberapa hari ini, komunitas internasional sedang berlomba mencari solusi untuk mengurangi ketegangan, karena khawatir konflik akan berkembang di luar kontrol di kawasan Timur Tengah, bersamaan itu jutaan warga sipil mungkin akan terperangkap ke dalam krisis kemanusiaan.
Dunia Mencari Cara Mengurangi Ketegangan Konflik di Jalur Gaza. - ảnh 1Presiden Turki, Recep Tayip Erdogan. (Foto: AFP/VNA)

Konflik kekerasan meledak di Jalur Gaza setelah pasukan Hamas secara mendadak menyerang Israel pada tanggal 7 Oktober lalu, yang menyebabkan tentara Israel mencanangkan kampanye serangan balas terbesar dalam beberapa dekade ini. Terhitung hingga Selasa (tgl 10 Oktober), lebih dari 1.500 orang telah tewas, puluhan ribu orang luka-luka di kedua fihak, dan risiko eskalasi bentrokan masih sangat serius.

Reaksi riversibel terhadap konflik

Pada tanggal 9 Oktober, tentara Israel mengumumkan mobilisasi hingga 300.000 pasukan cadangan untuk membalas semua serangan Hamas dan memblokade sepenuhnya Jalur Gaza, mengubah jalur ini menjadi tempat yang "dilarang keluar dan masuk". Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa kampanye tentara Israel akan mengubah tatanan di Timur Tengah untuk selama-lamanya.

Tindakan balasan yang keras dari Israel sedang menimbulkan reaksi riversibel di komunitas internasional. Banyak negara Barat bersuara mendukung Israel. Pada hari Selasa (tgl 10 Oktober), Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia mengeluarkan pernyataan bersama yang menegaskan dukungannya terhadap Israel, mengecam Hamas, dan memperingatkan pihak ketiga supaya tidak menyalah-gunakan situasi instabilitas ini untuk mengusahakan keuntungan keamanan di Timur Tengah. Di beberapa negara Barat lainnya, banyak aksi unjuk rasa mendukung Israel juga digelar selama beberapa hari ini.

Namun, meski mengutuk tindakan kekerasan Hamas, para pemimpin banyak negara dan organisasi internasional menyatakan bahwa komunitas internasional tidak bisa berpandangan sepihak terhadap konflik yang terjadi di Jalur Gaza saat ini. Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit mengkritik sikap beberapa negara Barat dan mengatakan bahwa prioritas terbesar saat ini adalah meredakan ketegangan dan segera mencapai gencatan senjata, jadi bukan berlomba-lomba untuk berperang.

 “Kita telah melihat pandangan negara-negara Barat yang saat ini hanya berfokus pada peristiwa konflik ini, dan menghindari mengungkapkan penyebab di balik situasi saat ini di Palestina. Yang perlu dilakukan sekarang yalah kembali ke proses perdamaian sejati sehingga kedua negara dapat hidup berdampingan dalam perdamaian, keamanan dan stabilitas.”

Dalam imbauan semua pihak untuk mengekang diri yang dikeluarkan pada Selasa (tgl 10 Oktober), Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres juga mengatakan meskipun kekhawatiran keamanan Israel adalah pada tempatnya, namun kekerasan yang terjadi saat ini bukanlah muncul dengan sendirinya, melainkan akibat dari konflik yang telah berkepanjangan selama beberapa dekade ini.

Dunia Mencari Cara Mengurangi Ketegangan Konflik di Jalur Gaza. - ảnh 2Konflik di Jalur Gaza (Foto: AFP)

Upaya menegakkan dialog

Khawatir bahwa konflik akan bereskalasi secara serius dalam beberapa hari mendatang ketika Israel memperkuat operasi serangan terhadap Jalur Gaza dan pasukan Hamas mengancam akan mengeksekusi sandera Israel, komunitas internasional sedang berlomba untuk melakukan dialog antar-pihak.

Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi melakukan pembicaraan telepon pada tgl 9 Oktober dengan Perdana Menteri dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman dan Presiden Uni Emirat Arab (UAE), Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, untuk membahas solusi terhadap ketegangan di Jalur Gaza. Mesir, Arab Saudi, dan UAE merupakan negara-negara yang memainkan peran penting di dunia Arab dan juga sedang menjalankan jalur dialog yang substantif dengan pemerintah Israel, diantaranya UAE merupakan negara yang telah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun lalu, sedangkan Arab Saudi juga sedang mendiskusikan normalisasi hubungan dengan Israel, melalui perantara AS. Iran, satu negara adi kuasa lainnya di kawasan mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengadakan sidang darurat membahas situasi tersebut.

Para pemimpin beberapa negara, seperti Tiongkok dan Venezuela mengimbau semua pihak untuk melakukan gencatan senjata. Presiden Turki, Recep Tayip Erdogan mengatakan Turki siap menjadi mediator bagi semua pihak, mungkin dimulai dengan pertukaran tahanan. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa semua pihak perlu menghindari tindakan yang dapat membuat situasi di Timur Tengah tidak dapat dipulihkan:

 “Bahkan di saat-saat paling buruk sekalipun, sangatlah penting untuk mengambil pandangan jangka panjang, menghindari tindakan yang tidak dapat diubah yang dapat menambah semangat para ekstremis dan menghancurkan prospek akan perdamaian abadi”.

Dewasa ini, kekhawatiran mengenai krisis kemanusiaan di Jalur Gaza semakin meningkat. Menurut data Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), hingga hari Selasa (tgl 10 Oktober), lebih dari 187.000 warga Palestina di Jalur Gaza harus meinggalkan rumahnya untuk mencari tempat sembunyi karena konflik meluas. Situasi saat ini juga memaksa beberapa negara, seperti Meksiko, Cile, dan Indonesia, berencana mengevakuasi warganya dari Jalur Gaza dan beberapa daerah di Israel.

Para pengamat menilai bahwa tanpa dialog darurat antara para pihak, situasi kemanusiaan di Jalur Gaza akan terus memburuk dalam beberapa hari mendatang seiring dengan eskalasi konflik dan Jalur Gaza akan terus diblokade sepenuhnya, ada bahaya diputuskan semua persediaan listrik dan air serta sumber pasokan makanan./.

Komentar

Yang lain