(VOVWORLD) - Pasukan Pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah, pada tgl 08 Desember, telah masuk ke Ibukota Damaskus, menggulingkan pemerintahan pimpinan Presiden Bashar al-Assad, menimbulkan gejolak politik yang paling besar selama 5 dekade ini di negara Timur Tengah tersebut. Event ini juga bisa menimbulkan dampak-dampak yang sulit diduga terhadap kawasan dan dunia pada waktu mendatang.
Ilustrasi (Foto: AFP/VNA) |
Keruntuhan yang Mendadak
Keruntuhan yang cepat dari pemerintahan pimpinan Presiden Bashar al-Assad menimbulkan kejutan terhadap semua pihak, termasuk para sekutu yang penting dari Suriah. Dalam waktu 10 hari serangan HTS, Tentara Suriah hampir-hampir tidak mampu memberikan balasan yang berarti, kecuali pada beberapa hari awal pertempuran sengit di sekitar kawasan Aleppo, kota yang besarnya nomor dua di Suriah. Setelah Kota Aleppo jatuh pada tgl 30 November, Pemerintahan pimpinan Presiden Bashar al-Assad juga cepat kehilangan kota-kota penting yang lain yaitu Hama dan Homs pada beberapa hari selanjutnya dan sampai tgl 08 Desember, Pasukan HTS telah memasuki ke Ibukota Damascus dengan sangat sedikit korban yang jatuh.
Menurut kalangan pengamat, resistensi yang lemah dan keruntuhan yang cepat dari pemerintahan Presiden Bashar al-Assad mempunyai banyak alasan. Pertamanya, serangan-serangan HTS dilaksanakan pada saat keseimbangan kekuasaan di Timur Tengah mengalami banyak perubahan. Hezbollah, pasukan di Lebanon yang bersama-sama bertempur dengan pemerintahan al-Assad telah menderita banyak kerugian dalam perang melawan Israel selama beberapa bulan ini, sedangkan Iran juga berada pada tahap mudah terjadi konflik yang komprehensif dengan Israel maka harus bertindak secara berhati-hati.
Sementara itu, Rusia, salah satu sekutu utama yang lain dari Suriah sedang harus memusatkan sumber-sumber daya bagi konflik di Ukraina maka hanya memberikan bantuan secara terbatas kepada Tentara Suriah dengan pasukan Angkatan Udara yang relatif kecil yang sedang dipertahankan Rusia di pangkalan Hmmeimim. Oleh karena itu, Pemerintah Presiden Bashar al-Assad kekurangan semua bantuan yang teramat penting tentang militer dan keamanan. Selanjutnya ada situasi kelemahan perekonomian dan tentara Suriah setelah 13 tahun mengalami perang saudara sengit yang menewaskan jutaan orang di negara ini. Kelemahan ini membuat pasukan-pasukan utama dari Suriah kehilangan kekuatan dan tidak punya motivasi tempur yang diperlukan.
Dampak yang Sulit Diduga terhadap Kawasan
Gejolak politik yang besar di Suriah pastilah akan berpengaruh besar terhadap kawasan Timur Tengah dan dunia, karena posisi geo-politik yang penting dari negara ini serta semua konektivitas keamanan yang rumit antara banyak pasukan di Suriah dengan faktor-faktor luar. Perihal HTS memberitahukan ingin berbagi kekuasaan dengan pasukan-pasukan lain di Suriah, bersamaan itu masih mempertahankan hubungan dengan Pemerintahan Presiden Bashar al-Assad menunjukkan beberapa sinyal positif terhadap kelompok ini. Meskipun begitu, pakar Ibrahim Al-Assil menekankan perlu berhati-hati dan memberikan penilaian terhadap HTS berdasarkan pada gerak-gerik selanjutnya dari kelompok tersebut.
Ketika berbagi penilaian perlunya berhati-hati dalam menilai HTS, pakar peneliti Suriah di Dewan Atlantik, Qutaiba Idlbi menyatakan bahwa dampak gejolak politik di Suriah terhadap kawasan akan bergantung pada beberapa bulan mendatang ketika pasukan-pasukan di Suriah mendiskusikan proses transisi. Mengenai semua pertanyaan tentang cara pendekatan Pemerintah AS terhadap Suriah pada waktu mendatang, pakar Qutaiba Idlbi menilai:
“Bagi Amerika Serikat, tidak ada kepentingan strategis apa pun di Suriah yang lebih besar dari pada memerangi terorisme, mencegah gelombang pengungsi atau menghalangi aktivitas-aktivitas Iran di sini agar tidak menyebar ke negara-negara lain. Selain semua hal itu, Amerika Serikat tidak memiliki kepentingan yang sungguh-sungguh dalam memaksakan bentuk apa negara Suriah pada waktu mendatang”.
Pada saat ini, diskusi-diskusi tentang tahapan transisi di Suriah sedang didorong oleh banyak fihak. Banyak negara di kawasan menyatakan bersedia membantu Suriah menstabilkan situasi dan membuat rencana transisi kekuasaan. Ketika menyampaikan pidato pada tgl 08 Desember di Forum Doha di Qatar, Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan Suriah, Geir Pedersen menyatakan bahwa meskipun proses membangun kembali Suriah yang mengalami keruntuhan dan perpecahan sangat sulit dan rumit tapi ini merupakan peluang yang tidak bisa dilepaskan.
“Semua tantangan di depan teramat besar dan kami telah mendengarkan suara-suara yang cemas dan khawatir. Tapi ini merupakan saat di mana harus menguasai peluang untuk menghidupkan kembali Suriah dan keuletan dari warga Suriah membuka satu jalan untuk menuju ke sebuah negara Suriah yang bersatu dan damai”.
Dalam rekomendasi pertama, Aliansi Nasional Suriah yang beroposisi, organisasi yang menghimpun pasukan-pasukan politik yang beroposisi dari Suriah di luar negeri, pada tgl 08 Desember, mengimbau pelaksanaan satu tahapan transisi selama 18 bulan untuk menyusun Undang-Undang Dasar, menuju ke pemilihan umum. Tetapi Pasukan HTS dan semua faksi di dalam negeri Suriah belum memberikan tanggapan terhadap rekomendasi tersebut.