Hubungan AS-Tiongkok menjadi tegang di semua front

(VOVWORLD) - Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tiongkok mengumumkan bahwa Pemerintah negara ini telah meminta kepada 4 kantor berita Amerika Serikat (AS) yang sedang melakukan aktivitas di Tiongkok dalam waktu 7 hari harus menyampaikan laporan tentang situasi personalia dan aktivitas kekuangannya di Tiongkok. Gerak-gerik ini bermaksud memberikan balasan terhadap AS yang mengenakan pembatasan terhadap kantor-kantor berita Tiongkok pada bulan lalu, bersamaan itu, menandai eskalasi ketegangan yang terkini antara dua negara terhadap serentetan masalah yang berbeda-beda.
Hubungan AS-Tiongkok menjadi tegang di semua front - ảnh 1Kantor Berita AP tergolong dalam dafar badan-badan media AS yang dikontrol secara ketat oleh Tiongkok  (Foto: AP) 

Ketika berbicara di depan jumpa pers periodik awal Juli di Beijing, Ibukota Tiongkok, juru bicara Kemlu Tiongkok, Zhao Li Jian menunjukkan bahwa kantor-kantor berita AP, UPI, CBS dan NPR harus menyampaikan laporan terinci tentang personil, aktivitas keuangan dan real estate yang sedang mereka miliki di Tiongkok. Juru bicara Kemlu Tiongkok menegaskan bahwa tindakan ini bermaksud memberikan balasan terhadap AS yang menimbulkan tekanan terhadap badan-badan media Tiongkok. Sebelumnya, pada tanggal 22 Juni, AS telah mengumumkan keputusan mengubah status terhadap 4 badan media Tiongkok. Konkretnya, Kemenlu AS telah memasukkan 4 badan media Tiongkok yaitu Televisi Sentral Tiongkok (CCTV), Renminrepao, Global Times dan China News Service (CNS) ke dalam kelompok perutusan diplomatik asing alih-alih badan-badan perwakilan tetap media di AS. Menurut itu, 4 badan media Tiongkok tersebut harus menyampaikan laporan terinci tentang personalia dan semua transaksi real estate di AS.

Perang menyasar pada badan-badan media

Dalam kenyataannya, ketegangan yang bersangkutan dengan masalah ini dimulai dari tanggal 18 Februari 2020 ketika Kemenlu AS memasukkan 5 kantor berita dan media Tiongkok yang meliputi Kantor Berita Xinhua, Televisi Internasional Tiongkok (CGNT), Radio Internasional Tiongkok (CRI), China Daily dan Renmimrepao ke dalam daftar “perutusan-perutusan asing”. Selanjutnya, pada tanggal 13 Maret, AS meminta kepada 5 badan media tersebut harus mengurangi jumlah wartawan tetap di AS dari 160 orang menjadi hanya tinggal 100 orang. Hingga awal Mei, AS terus memberlakukan ketentuan baru untuk memperketat syarat pemberian visa kepada para wartawan Tiongkok.

Untuk memberikan balasan, Tiongkok juga menyatakan dari tanggal 18 Maret, mengusir sedikitnya 13 wartawan AS yang sedang bekerja di badan-badan media seperti “New York Times”, “Washingtong Post” dan “Wall Street Journal”, sekaligus meminta kepada cabang 3 badan media tersebut beserta majalah “Times” dan Radio Suara AS (VOA) harus menyampaikan informasi tentang personil, keuangan, real estate dan aktivitasnya di Tiongkok. Di samping itu, Kemenlu Tiongkok juga melaksanakan langkah-langkah perlakuan terhadap para wartawan AS seperti yang dilaksanakan oleh AS terhadap para wartawan Tiongkok dalam masalah-masalah prosedur pemberian visa, prosedur administrasi, aktivitas interviu dan lain-lain.

Konfrontasi total di semua front

Akan tetapi, tidak hanya ada ketegangan yang bersangkutan dengan badan-badan media, AS dan Tiongkok juga sedang melakukan konfrontasi yang cukup tegas di banyak bidang yang berbeda-beda. Pada tahun 2019, dua negara adi kuasa ini terjun ke dalam satu perang dang yang sengit. Perang ini hanya untuk sementara mereda pada awal tahun ini ketika dua pihak menandatangani permufakatan dagang tahap 1. Tetapi, munculnya pandemi Covid-19 telah sekali lagi menyalakan kontradiksi antara dua negara. Beijing dan Washington terus-menerus mengeluarkan tuduhan-tuduhan satu sama lain yang bersangkutan dengan wabah seperti asal-usul virus SARS-CoV-2, masalah larangan penerbangan komersial atau cara memberikan reaksi dari Tiongkok dalam menghadapi merebaknya awal wabah pada akhir tahun 2019 dan sebagainya. Sementara itu, Presiden AS, Donald Trump telah berulang kali menuduh Tiongkok yang telah lambat memberikan informasi tentang keseriusan wabah Covid-19 pada tahap pertama sehingga membuat dunia harus “membayar harga yang sangat mahal”, sementara itu  Tiongkok tegas menolaknya.

Di bidang teknologi, AS terus menambahkan langkah-langkah baru terhadap Grup Telekomunikasi Huawei dari Tiongkok. Konkretnya, pada pertengahan Mei lalu, Kementerian Perdagangan AS telah memutuskan merevisi  ketentuan ekspor untuk membatasi pembelian semikonduktor yang dilakukan oleh Huawei. Selanjutnya, pada tanggal 30 Juni, Komite Komunikasi Federal AS (FCC) telah mencegah tidak membolehkan dua perusahaan Tiongkok yaitu Huawei dan ZTE  menerima subsidi dari satu dana pemerintah dalam satu upaya untuk membatasi kemampuan pendekatan dari perusahaan-perusahaan ini terhadap pasar AS.

Yang bersangkutan dengan masalah Hong Kong (Tiongkok), setelah Kongres Rakyat Nasional Tiongkok mengesahkan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional di Zona Administrasi Istimewa Hong Kong dan resmi mulai berlaku dari 30 Juni 2020, AS telah segera menghapuskan status khusus untuk Hong Kong dari 1 Juli 2020. Menurut itu, AS membatasi mahasiswa dari Tiongkok dan membalikkan status khusus tentang pabean dan berbagai bidang yang lain terhadap Hong Kong, bersamaan itu mengeluarkan langkah-langkah sanksi terhadap para pejabat Tiongkok dan Hong Kong. Untuk menanggapinya, banyak sumber berita menyatakan bahwa Pemerintah Tiongkok telah meminta kepada semua perusahaan milik negara supaya menghentikan pembelian barang dari AS menurut permufakatan dagang tahap 1 yang sudah ditandatangani oleh dua pihak.

Bisa dilihat, konfrontasi yang membentang di banyak bidang, dari perdagangan sampai teknologi tinggi, keamanan, cara penanganan wabah Covid-19 dan sebagainya antara AS dan Tiongkok sedang berlangsung secara sangat  sengit, menunjukkan kesengitan persaingan strategis global yang belum bisa memprediksi kapan akan berakhir antara dua negara adi kuasa, sekaligus dua perekonomian yang terbesar di dunia. 

Komentar

Yang lain