Irak - tempat panas baru di Timur Tengah

(VOVworld) - Irak telah menjadi tempat bentrokan yang panas di Timur Tengah ketika tidak lama lagi, sepertiga negeri ini telah jatuh ke tangan kaum pambangkang Islam ekstrimis, kekuatan yang ingin membangun satu “Negara Islam Irak dan Timur Dekat”. Situasi perang di Irak tidak hanya memusingkan kepala Pemerintah pimpinan Perdana Menteri Nouri-al-Maliki saja, melainkan juga mengajukan banyak tantangan langsung terhadap negara-negara tetangga atau lebih luas lagi yalah mengancam keamanan seluruh kawasan Timur Tengah.

Irak - tempat panas baru  di Timur Tengah - ảnh 1
Ilustrasi.
(Foto: www.doisongphapluat.com)

 Kaum pembangkang Sunni, diantaranya ada kebanyakan adalah para mujahidin dari organisasi Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) telah menduduki sebagian dari wilayah yang luas di bagian Barat negeri ini. Beberapa kota penting, misalnya Mosoul (kota yang besar-nya nomor dua di Irak) dan Tikrit (kampung halaman mendiang Presiden Saddam Hussein) satu per satu jatuh pada tangan kaum pembangkang. Kota- kota ini hanya beberapa jam saja  naik mobil dari Baghdad (ibu kota Irak). Pendudukan atas semua kota ini membuat target ISIL yalah menciptakan negara Islam di wilayah luas yang meliputi Suriah dan Irak sedang terrealisasi.

Tanah Air berada di tepian jurang perang saudara, keamanan kawasan terancam

Ketika memantau situasi perang di Irak, bisa dilihat bahwa hal yang mencemaskan yalah pasukan mujahidin tidak hanya meliputi semua kelompok Islam yang berhubungan dengan jaringan Al-Qaeda saja, melainkan juga ada banyak kekompok Islam Sunni yang lain dan kelompok-kelompok yang pernah menjadi lawan ISIL. Setelah menduduki kota Mosoul, ISIL telah memanfaatkan semua kanal komunikasi sosial yang meliputi ratusan rekening bank Twitter, rekaman-rekaman video dan semua pernyataan yang terbuka tentang tujuan membentuk Negara Islam. Situasi menjadi lebih rumit lagi ketika ISIL bukan merupakan pasukan satu-satunya yang sedang melaksanakan operasi-operasi serangan terhadap Irak. Semua pasukan orang Kurdi telah menduduki kota Kirkuk-satu kota kaya dengan sumber minyak tanah. Ketika menghadapi eskalasi peperangan, kira-kira satu juta orang Irak telah harus mengungsi. Beberapa negara, misalnya Amerika Serikat dan Australia menyatakan menarik staff Kedutaan Besarnya dari daerah perang, bersamaan itu menasehati warga negara-nya  di Irak supaya menarik diri dari negeri ini.

Kemenangan militer bertubi-tubi dari pasukan bersenjata Islam ISIL di Irak tidak hanya langsung mengancam masa depan negara ini, melainkan juga membuat semua negara tetangga dan sekutu Irak merasa cemas. Alasan-nya yalah Pemerintah Irak sekarang tidak cukup kemampuan militer untuk menumpas kebangkitan  ISIL, tanpa memperdulikan  pasukan Irak  yang dilindungi oleh tank, kendaraan berlapis baja dan senjata-senjata modern yang diperlengkapi oleh Amerika Serikat. Bagi Amerika Serikat, kalau ISIL terus berhasil menduduki banyak bagian dari wilayah yang lebih besar di Irak, bersamaan itu memiliki sumber  daya alam  besar dari tambang-tambang minyak besar dan ratusan juta dollar Amerika Serikat  dari bank-bank di kota Mosul akan benar-benar menjadi hal yang teramat berbahaya. Satu negara Sunni yang memanjang dari Suriah ke Irak akan menciptakan pengaruh besar di seluruh kawasan. Opini umum merasa khawatir bahwa pada saat itu apakah komunitas orang Kurdi  yang sedang bangkit kuat di Turki, Suriah dan Iran juga terhasut? Apakah kawasan-kawasan lain di Irak ingin membentuk negara- nya sendiri?

Intervensi militer atau solusi diplomatik

Negara yang mengeluarkan banyak reaksi terhadap instabilitas di Irak sekarang yalah Amerika Serikat. Menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry pada Senin (16 Juni) yang menegaskan kembali bahwa Amereika Serikat sedang mempertimbangkan secara konsekuen semua opsi yang dimungkinkan untuk menghadapi situasi di Irak. Sementara itu, dalam sepucuk surat kepada para legislator pada Senin (16 Juni), Presiden Barack Obama mengumumkan akan menggelarkan 275 serdadu ke Irak untuk membantu menjamin keamanan para personel Amerika Serikat dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Baghdad. Bersamaan dengan itu, opini umum juga melihat hadirnya kapal USS Mesa Verda yang mengangkut 550 pasukan marinir Amerika Serikat yang masuk ke Teluk untuk siaga membantu kalau Washington memutuskan menggunakan opsi militer untuk membantu Pemerintah Irak. Sebelumnya, Amerika Serikat telah mengirim kapal induk  yang terbesar di dunia USS George H-W.Bush ke Teluk. Namun, kekungkinan AS melakukan intervensi militer di Irak lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya. Yang paling jelas yalah komunitas orang Sunni di Irak akan menganggap Amerika Serikat sedang  miring ke sebelah dalam bentrokan etnis di negeri ini.
Bertentangan dengan reaksi Amerika Serikat, Inggeris menunjukkan: Negara ini tidak mengusahakan intervensi militer di Irak, namun mengusulkan memberikan bantuan kemanusiaan dan penasehat anti terorisme untuk Pemerintah Irak jika diperlukan. Arab Saudi juga menyatakan menentang intervensi asing di Irak. Riyadh memberitahukan  bahwa meledaknya krisis di Irak adalah akibat pelaksanaan kebijakan “faksional dan penyingkiran” selama beberapa tahun ini. Pada sidang darurat pada Minggu (15 Juni)  tentang krisis di Irak, Liga Arab telah menegaskan makna pentingnya kerujukan kembali antara kekuatan-kekuatan politik di Irak untuk menangani situasi dan menghadapi  organisasi yang menyebutkan diri sebagai Negara Islam Irak dan Levant.

  Sebab-musabab ketidakstabilan telah diprediksikan sebelumnya.

Irak yang terperangkap ke dalam ketidakstabilan seperti sekarang adalah hal yang bisa diprediksikan sebelumnya. Menurut mantan Perdana Menteri Inggeris, Tony Blair, pertempuran di Irak adalah karena  perpecahan faksional dalam  Pemerintah sementara. Inilah salah atu diantara sebab-musabab yang membuat Baghdad tidak mencapai kesepakatan. Bahkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry mengakui bahwa intervensi Washington hanya akan berhasil jika para pemimpin Irak mengesampingkan perselisihan-perselisihan dan mengarah ke persatuan nasional untuk menghadapi  ancaman dari pasukan pembangkang. Koran “The National Interest” dari Amerika Serikat mengatakan: Selama beberapa tahun memegang kekuasaan baru-baru ini, Perdana Menteri Nouri al-Maliki telah tidak berupaya untuk memenuhi keperluan-keperluan dari komunitas orang Sunni, pada saat faksi Shyiah pimpinannya semakin menduduki mayoritas dalam tentara Irak. Ada banyak penduduk Irak sekte Sunni tidak menyukai Nouri al-Maliki dan menganggap Pemerintah pimpinannya adalah satu Pemerintah diktatur dan kaki tangan.

Namun, menurut para analis, bangkitnya  para milisi  yang bersangkutan dengan al-Qaeda  juga  punya sebab mendalam ialah dari agresi Amerika Serikat terhadap Irak pada tahun 2003. Karena justru  agresi ini  telah meninggalkan kekosongan kekuasan dan membuat bentrokan-bentrokan etnis di Irak berlarut-larut. Selain itu, meskipun Irak telah mencapai banyak prestasi dalam memulihkan perekonomian, tapi sekarang tetap ada kira-kira 2 juta penduduk Irak yang kekurangan makan. Prosentase kematian bayi, pelajar yang putus sekolah dan penganggur tetap berada pada tarap tinggi Irak sedang terpecah-pecah karena kekerasan-kekerasan dan etnisisme. Menangani situasi Irak  sekarang menjadi  masalah sulit  yang dihadapi olehsemua pihak./.  


Komentar

Yang lain