Jalan buntu dalam menangani krisis migran

(VOVworld) – Pada saat Eropa belum menemukan solusi yang efektif untuk menangani masalah krisis migran, laporan yang dikeluarkan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pengungsi (UNHCR) baru-baru ini memberitahukan bahwa ada sedikitnya 700 orang migran yang telah tewas dan banyak orang lain hilang di Laut Tengah pada beberapa hari ini. Musibah tersebut sekali lagi membunyikan lonceng peringatan tentang tidak adanya solusi-solusi bagi krisis migran sekarang.


Jalan buntu dalam menangani krisis migran - ảnh 1
Banyak migran telah tewas dalam perjalanan ke Eropa
(Foto: AFP/VOV)


Kaum migran yang datang ke Eropa kali ini pada pokoknya berasal dari negara-negara Afrika. Mereka tidak diberi baju pelampung dan ditempatkan berjejal-jejal pada kapal-kapal tanpa motor yang hanya bisa bergerak dengan daya tarik dari kapal dagang besar. Akan tetapi, mereka tetap tidak memperdulikan segala bahaya untuk menuju ke Eropa.


Jumlah orang migran yang tewas meningkat drastis

Dengan dihalanginya jalan menuju ke Yunani menyusul Permufakatan antara Uni Eropa dan Turki telah memaksa kaum migran memilih jalan dari Libia ke Italia yang lebih panjang dan lebih berbahaya. Cuaca yang kondusif merupakan persyaratan yang ideal bagi kapal-kapal pengangkut kaum migran mulai berjalan pada saat yang hampir bersamaan. Hal ini telah menimbulkan tekanan yang berat terhadap pasukan pertolongan ketika terjadi insiden. Menurut statistik, kasus-kasus tenggelamnya kapal pengangkut kaum migran ke Eropa pada hari-hari belakangan ini telah menaikkan jumlah orang migran yang tewas sejak awal tahun ini sampai sekarang mencapai lebih dari 2.500 orang, sebagian besarnya ialah kaum wanita dan anak-anak. Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan kecemasan terhadap kenyataan ini. UNICEF juga memperingatkan bahwa situasi tersebut bisa menjadi bertambah karena pada awal musim panas telah terjadi lebih banyak penyelundupan di Laut Tengah, khususnya di daerah laut antara Libia dan Italia. Dalam laporan yang diumumkan pada 29/5, UNICEF memberitahukan bahwa organisasi ini akan cepat berkoordinasi dengan Pemerintah Italia dan para mitra internasional untuk memperkuat aktivitas-aktivitas kemanusiaan, khususnya pekerjaan sosialisasi dan pemasokan alat-alat pertolongan yang perlu.


Titik-titik gelap di belakang krisis migran

Negara-negara Uni Eropa belum bisa menemukan jalan keluar bagi krisis migran dan hal ini sedang menciptakan kesempatan emas kepada berbagai organisasi teroris dan kriminalitas untuk memancing di air keruh. Gelombang migran yang meningkat drastis merupakan syarat yang kondusif untuk meningkatkan jasa membawa kaum migran ke Eropa. Pada 2015, 90% jumlah migran yang tiba di Eropa harus melewati jaringan-jaringan kriminalitas dan biaya bagi setiap orang yang menerobos laut sebanyak dari 3.200 sampai 6.500 dolar Amerika Serikat. Menurut data statistik sementara, jasa ini telah membantu berbagai organisasi kriminalitas mengisi sakunya dengan jumlah uang mencapai 5 miliar dolar Amerika Serikat pada 2015. Prakiraan dari Europol menunjukkan bahwa pada tahun 2016, jumlah kaum migran akan lebih tinggi terbanding dengan 2015. Khususnya di Libia sekarang ada kira-kira 800.000 orang migran yang sedang menunggu kesempatan untuk mengarungi laut menuju ke Uni Eropa, tanpa memperdulikan bahaya terhadap nyawanya.

Merajalelanya berbagai organisasi kriminalitas dalam mengorganisasi jasa penyeludupan membuat krisis migran di Eropa menjadi tambah serius dan meningkatkan musibah-musibah kemanusiaan. Selain itu, hal ini juga membuat Uni Eropa menghadapi berbagai tantangan keamanan dan politik yang amat besar, khususnya ialah bahaya terorisme.


Mondar-mandir kesana-kemari mencari solusi

Gejala kaum migran terus mencari jalan masuk Eropa merupakan bukti yang menunjukkan bahwa selama ini, para pemimpin Eropa belum berfokus menangani secara tuntas sebab-musabab yang menimbulkan krisis ini. Negara-negara Eropa sekarang sedang sangat kebingungan dan belum menemukan langkah-langkah yang cukup kuat dan cukup efektif untuk mencapai koordinasi bersama di seluruh kawasan dalam menangani secara tuntas masalah migran. Cara penanganan dari Uni Eropa sekarang pada pokoknya dilakukan dengan bentuk penanganan sesuai dengan situasi dan pencegahan dari jauh dengan langkah-langkah seperti pengiriman satgas ke Suriah dan Libia, namun belum cukup kuat.

Pada latar belakang itu, opini umum mencemaskan kemungkinan permufakatan tentang kaum migran antara Uni Eropa dan Turki yang baru saja dicapai pada akhir Maret 2016 terancam gagal ketika pimpinan dua pihak pada hari-hari belakangan ini terus mengeluarkan banyak pernyataan yang keras tentang masalah bebas visa bagi warga negara Turki masuk Uni Eropa, hal yang penting dalam permufakatan antara dua pihak. Penasehat ekonomi dari Presiden Turki, Yigit Bulut menekankan bahwa Ankara mungkin akan menghentikan semua permufakatan dengan Uni Eropa jika blok ini tidak menepati janji tentang pemberian bebas visa kepada warga negara Turki di kawasan Schengen, mendorong Uni Eropa pada skenario harus menangani sendiri arus migran besar-besaran tanpa bantuan dari pihak Turki. Akan tetpai, pihak Uni Eropa tetap tegas meminta negara ini merevisi Undang-Undang Anti Terorisme, salah satu diantara lima pasal penting yang dikomitmenkan akan dilaksanakan sebelum warga negara Turki mendapat status bebas visa masuk Uni Eropa. Pada saat permufakatan migran menjadi semakin tipis, Uni Eropa juga telah memperhitungkan opsi membiarkan Yunani menjadi pusat penerima kaum migran dan Uni Eropa akan mentransfer pos perkreditan yang sudah dikomitmenkan untuk Turki kepada Yunani. Akan tetapi, Yunani sekarang juga sedang mengalami kesulitan ketika harus menghadapi masalah utang publik yang membubung tinggi, perekonomian mengalami stagnasi.

Pada saat itu, kalangan analis berpendapat bahwa kunci untuk menangani krisis migran secara tuntas ialah menstabilkan situasi di negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya negara-negara dimana terjadi perang saudara dan menderita pengaruh kuat akibat krisis Musim Semi Arab seperti Irak, Suriah, Libia, Yaman atau Mesir. Sudah sampai saatnya Eropa dan dunia harus segera mengambil tindakan pada skala global untuk membantu negara-negara di kawasan ini bisa bangkit secara lebih kuat lagi, punya kemampuan yang lebih kuat lagi untuk menstabilkan situasi sosial-ekonomi.

Walaupun sudah banyak berusaha, tapi sampai sekarang, Eropa tampaknya tetap belum menemukan satu metode keseluruhan yang efektif atau satu solusi mendasar manapun bagi masalah migran. Langkah-langkah yang dikeluarkan tetap bersifat sementara saja. Dengan demikian, pada waktu mendatang, untuk jangka pendek, Eropa tetap harus terus menghadapi banyak tekanan yang amat besar yang bersangkutan dengan masalah kaum migran. 

Komentar

Yang lain