Ketegangan AS-Iran dan akibat-akibat terkait yang berbahaya

(VOVWORLD) - “Di tepi jurang perang”, “bahaya bentrokan sedang mendekat”, “konfrontasi militer yang berbahaya” dan sebagainya merupakan gugus-gugus kata yang dipakai media untuk melukiskan  situasi teramat tegang antara Amerika Serikat (AS) dan Iran selama hari-hari ini. Skenario yang buruk dan akibat terkait yang berbahaya dalam konfrontasi yang menyesatkan nafas antara Washington dan Teheran sekarang ini telah diungkapkan.
Ketegangan AS-Iran dan akibat-akibat terkait yang berbahaya - ảnh 1Para warga AS melakukan demonstrasi anti-perang di Washington DC, pada 4 Januari. (Foto: AFP) 

Setelah kasus serangan udara yang dilakukan tentara AS  untuk membunuh Brigadir Jenderal Qassem Soleimani dari Korps Garda Revolusi Islam Iran di Baghdad, Ibukota Irak pada tanggal 3 Januari ini, ketegangan di kawasan Timur Tengah dilukiskan telah sampai pada puncaknya, bahaya konfrontasi militer antara AS dan Iran meningkat secara belum pernah ada. Menurut para analis, serangan udara ini merupakan pukulan kuat yang belum pernah ada presedennya terhadap Iran dan bisa mendatangkan skenario-skenario yang teramat berbahaya.

Satu perang lokal

Kalangan pengamat menyatakan bahwa dengan perkembangan-perkembangan sekarang ini, skenario meledaknya satu konfrontasi militer cukup tinggi dan ada banyak kemungkinan akan merupakan satu perang lokal dengan skala kecil. Salah satu di antara skenario-skenarionya ialah Iran bisa mengincar ke berbagai Kedutaan Besar AS di kawasan dengan bentuk melakukan demonstrasi berskala besar atau melepaskan tembakan meriam dan roket untuk meningkatkan tekanan. Selain itu, Teheran bisa menghasut kalangan milisia di seluruh kawasan yang dilatih dan dibantu oleh mendiang pemimpin Pasukan Quds untuk menentang AS.

Teheran juga bisa menyerang kapal barang dan pangkalan AS di kawasan Teluk maupun infrastruktur Arab Saudi dan Israel, dua sekutu terbesar dari Washington di kawasan melalui kelompok bersenjata Hezbollah di Libanon atau milisia Palestina. Hal ini berarti akan menarik partisipasi banyak pihak dalam perang dan situasi pada saat itu akan menjadi teramat rumit dan akibat terkaitnya sangat sulit diduga.

Yang lebih patut dibicarakan ialah, dalam semua skenario, AS pasti akan memberikan balasan dan skala balasan-balasan itu akan bergantung pada taraf serangan yang dilakukan maupun kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh serangan-serangan itu.

Titik akhir bagi permufakatan nuklir Iran

Sebelum mengungkapkan satu konfrontasi militer, ketegangan sekarang ini sedang mendorong upaya-upaya terakhir untuk menyelamatkan permufakatan nuklir tahun 2015 atau yang dinamakan sebagai Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) mengalami jalan buntu. Pernah dianggap sebagai permufakatan yang bersifat sejarah ketika menghentikan salah satu di antara dokumen-dokumen yang menimbulkan ketegangan terbesar di dunia selama puluhan tahun dan juga merupakan tonggak dalam hubungan yang selalu tegang antara AS dan Iran, naskah ini sedang lebih mendekati tepi jurang keruntuhan.

Dalam kenyataannya, pada tanggal 5 Januari, Iran menyatakan akan terus mengurangi komitmen-komitmennya terhadap permufakatan ini. Televisi Negara Iran melansir seorang juru bicara pemerintah yang menyatakan bahwa negara ini akan tidak menaati batas-batas manapun yang diajukan dalam permufakatan nuklir mengenai jumlah pesawat sentrifugal untuk mengayakan uranium yang bisa mereka gunakan, hal ini berarti tidak ada batas terhadap kemampuan dan tingkat pengayaan uranium atau proses meneliti dan mengembangkan nuklir dari Iran. Ini dianggap sebagai langkah terkini yang dijalankan oleh Teheran dalam menarik kembali berbagai komitmen dalam kerangka JCPOA setelah AS membunuh Brigadir Jenderal Qassem Soleimani.

Meskipun bukanlah permufakatan yang sempurna, tapi JCPOA tetap dianggap sebagai naskah  penting. Kalau permufakatan ini runtuh, akibat terkait tidak berhenti dalam kehilangan satu forum dialog antara Iran dan Barat, tapi juga bisa mengawali satu perlombaan nuklir yang berbahaya di kawasan dan di seluruh dunia.

Harga minyak dunia meningkat secara melompat dan psikologi takut  perang tersebar-luas

Di aspek ekonomi, ketegangan AS-Iran bisa meningkatkan harga minyak dunia. Dalam keterangannya kepada kanal televisi “CNBC dari AS”, beberapa analis dari perusahaan konsultasi risiko politik “Eurasia Group” pada tanggal 3 Januari menyatakan bahwa harga minyak bisa meningkat menjadi 80 USD per barel,  kalau ketegangan geo-politik mengalami eskalasi sehingga  memutus sumber suplai minyak kasar di Timur Tengah. Peningkatan harga minyak akan menimbulkan tekanan besar terhadap perekonomian negara-negara yang mengonsumsi banyak minyak tambang dan perekonomian global pada umumnya.

Selain itu, ketegangan AS-Iran sedang membuat psikologi takut perang terbesar-luas di dunia. Di AS, setelah serangan udara pada tanggal 3 Januari ini, banyak orang takut pada meledaknya satu perang baru di Timur Tengah dan AS bisa memaksakan kembali rezim wajib militer untuk memobilisasi lagi kekuatan dalam menghadapi Iran. Selama hari-hari ini, kaum pemuda AS yang takut pada meledaknya perang dengan Iran, maka telah secara besar-besaran memeriksa syarat masuk tentara, meruntuhkan website tentang data masuk tentara dari  Sistim Perekrutan Tentara (SSS). Sedangkan, di Filipina, Presiden Rodrigo Duterte, pada tanggal 5 Januari ini telah membimbing tentaranya supaya siap mengungsikan warga negara ini ke luar dari Timur Tengah kalau ketegangan meledak, sementara itu, Republik Korea juga membuat rencana membela warga negara-nya di kawasan.

Dalam menghadapi bahaya konfrontasi militer yang mendekat di Timur Tengah, banyak pemimpin di dunia telah terus-menerus mengimbau kepada semua pihak supaya mengekang diri, menghindari eskalasi situasi dan mencegah meledaknya perang. 

Komentar

Yang lain