Komunitas Internasional Berupaya Menghadapi Perubahan Iklim

(VOVWORLD) - Tahun 2020 tengah mendekat hari-hari terakhir dan ini juga merupakan saat umat manusia bersama-sama melihat kembali angka dan rekor yang patut diberi alarm terkait dengan perubahan iklim. Perubahan iklim sedang langsung mengancam ekosistem global dan kehidupan di semua negara sehingga dunia harus giat mendorong kerja sama untuk menyelamatkan bola bumi.
Komunitas Internasional Berupaya Menghadapi Perubahan Iklim - ảnh 1Kendaraan di dekat kebakaran hutan di California, AS, Agustus 2020 (Foto:  Getty Images)

“Berdamai terhadap alam sekitar” merupakan tindakan yang perlu diprioritaskan di abad XXI, karena tidak ada “vaksin manapun” bagi planet. Ini merupakan pesan yang diimbau oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehubungan dengan pengumuman Laporan PBB tentang Situasi Iklim Global 2020 pada tanggal 3 Desember lalu.

 

Angka-Angka yang Patut Diberi Alarm

Laporan tentang Siutasi Iklim Global 2020 menegaskan bahwa tahun 2020 tengah menjadi salah satu di antara tiga tahun paling panas yang pernah dicatat di bola bumi. Konkretnya, suhu rata-rata global dari Januari sampai Oktober tahun ini lebih tinggi 1,2 derajat Celsius dibandingkan suhu tahap 1850-1900. Juga pada 2020, dunia mencatat banyak gelombang panas, bencena kekeringan, kebakaran hutan, hujan dan badai sementara suhu air laut dicatat pada taraf tinggi rekor.

Bersamaan itu, ekosistem global sedang menghadapi situasi alarm dengan lebih dari satu juta spesies menghadapi kepunahan, area gurun-gurun pasir sedang diperluas, sementara itu rawa-rawa berangsur-angsur hilang. Setiap tahun, dunia  kehilangan sekitar 10 juta hektar hutan. Yang lebih hebat lagi ialah situasi polusi udara dan air sedang mengakibatkan 9 juta orang  tewas setiap tahun. Hanya pada tahun 2019 saja, musibah-musibah alam yang terkait dengan perubahan iklim telah menimbulkan kerugian sebesar 150 miliar USD bagi dunia. Selain itu, menurut hasil penelitian yang diumumkan oleh majalah kedokteran yang bergengsi “The Lancet” baru-baru ini, perubahan iklim akan membuat pandemi-pandemi muncul lebih banyak lagi di masa depan dan dalam kenyataannya, sekarang ini semua negara baik besar maupun kecil sedang harus menghadapi bahaya-bahaya kesehatan yang kian meningkat secara skala, tingkat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Yang tipikal ialah selama 2 dekade ini, jumlah kasus kematian akibat cuara di kaum  lansia meningkat 54%, di antaranya hanya tahun 2018 saja telah ada sekitar 300.000 orang di seluruh dunia yang tewas karena udara panas.

Menghadapi situasi alarm tersebut, PBB mengimbau semua negara supaya harus bertindak secara gigih untuk menghentikan kenyataan bola bumi yang sedang dirusak dan yang lebih penting ialah setiap warga di seluruh planet harus menghentikan “menghasut perang” terhadap alam sekitar. Pada latar belakang itu, tahun 2021 akan merupakan kesempatan bagi manusia untuk menghentikan penyalah-gunaan kekayaan alam dan sebagai gantinya harus mengoperasikan proses “penyembuhan” dan pelestarian bola bumi. Untuk bisa melaksanakan hal itu, PBB mengimbau semua negara supaya menaati Perjanjian Paris tentang Penanggulangan Perubahan Iklim, bersamaan itu berkomitmen mencapai taraf emisi dalam angka 0 dan memberikan bantuan keuangan bagi upaya-upaya beradaptasi dengan perubahan iklim.

 

Dunia Bersinergi untuk Bertindak

Konferensi memperingati 5 tahun Perjanjian Paris tentang Penanggulangan Perubahan Iklim akan diadakan pada 12 Desember ini. Menurut rencana, konferensi ini akan mengeluarkan peta jalan baru untuk mengarah ke target ini. Konferensi yang  bertemakan: “Climate Ambition” atau “Ambisi tentang Iklim” ini diadakan oleh Pemerintah Inggris dan PBB. Menjelang konferensi ini, Pemerintah Inggris menyatakan bahwa negara ini menargetkan akan mengurangi 2/3 emisi gas dalam dekade ini, targetnya sampai 2030 ialah mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 68% dibandingkan dengan taraf tahun 1990, menuju ke  netralisasi karbon pada tahun 2050. Pada bulan lalu, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson telah mengumumkan rencana tentang “satu revolusi industri hijau” yang menegaskan akan menciptakan dan membantu 250.000 lapangan kerja. Rencana ini meliputi melarang penjualan berbagai jenis mobil baru yang menggunakan bensin dan minyak diesel, meningkatkan 4 kali energi tenaga angin di lepas pantai dan meningkatkan kapasitas produksi hydrogen pada satu dekade mendatang. Tiongkok, Uni Eropa, Jepang dan Republik Korea juga berkomitmen menuju ke netralisasi karbon.

Menurut laporan PBB tersebut, komitmen dari semua negara tentang pengurangan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Perjanjian Paris tentang Penanggulangan Perubahan Iklim yang diesahkan di Konferensi ke-21 Perjanjian Kerangka PBB tentang perubahan iklim (Desember 2015) baru mencapai 15% upaya yang perlu. Agar suhu bola bumi berada di taraf yang aman (sampai tahap 2060-2070 tidak meningkat 1,5% duhu Celsius dibandingkan perioba pra industri), volume emisi gas CO2 yang harus berkurang 7,6% setiap tahun untuk tahap 10 tahun mendatang.

Jelaslah, dengan dampak-dampak perubahan iklim yang sedang ada sekarang, semua negara harus bertindak. Lebih dari pada yang sudah-sudah, masalahnya yang mendesak ialah semua negara di dunia perlu menunjukkan peranannya dalam perang menanggulangi perubahan iklim untuk bisa menjamin masa depan Perjanjian Paris dan yang lebih jauh lagi ialah keselamatan bola bumi.  

Komentar

Yang lain