Konferensi COP 28 dan Tantangan-Tantangan

(VOVWORLD) - Konferensi ke-28 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2023 (COP 28) resmi dibuka pada Kamis pagi (30 November), di Dubai, Uni Emirat Arab. Konferensi ini berlangsung pada latar belakang dunia sedang mengalami dampak yang semakin jelas dari perubahan iklim, bersamaan dengan itu menghadapi tantangan-tantangan besar dalam melaksanakan komitmen-komitmen iklim yang dikeluarkan sebelumnya.

Tahun ini dunia terus menghadapi dampak-dampak kuat dari perubahan iklim. Dalam laporan terkini yang diumumkan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada hari pembukaan COP 28 (30 November), tahun ini suhu  bumi rata-rata 1,4 derajat celsius lebih tinggi dari pada masa pra-industri, sehingga menjadikan tahun ini terpanas sejak tahun 1850.

Konferensi COP 28 dan Tantangan-Tantangan - ảnh 1COP 28 resmi dibuka pada 30 November, di Dubai, Uni Emirat Arab (Foto: Reuters)

Meningkatnya Dampak Perubahan Iklim

Dengan suhu bumi yang meningkat rekor, fenomena-fenomena iklim ekstrim juga muncul dengan frekuensi yang semakin padat di semua benua. Kekeringan bersejarah telah terjadi di Eropa, Amerika Selatan, sedangkan banjir menghancurkan banyak negara di Asia Selatan dan Afrika. Suhu yang semakin meningkat juga mengakibatkan kebakaran hutan yang semakin sengit di Amerika Serikat, Kanada, Eropa Selatan, dan mempercepat proses pencairan es di dunia.

Yang lebih mengkhawatirkan ialah di Kutub Selatan, jumlah lautan es yang hilang sampai akhir tahun ini mencapai hingga 1 juta km2, atau lebih besar daripada luasnya kedua negara Prancis dan Jerman. Menurut Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, perubahan iklim merupakan kenyataan yang tak terbantahkan dan sedang menciptakan ancaman eksistensial bagi umat manusia:

 “Banyak bukti yang sudah sangat jelas. Perubahan iklim menciptakan bahaya risiko eksistensial terhadap kehidupan dan perekonomian kita. Ancaman sangat jelas dan tidak ada indikasi yang membaik. Pertanyaan ialah apakah hal itu akan menjadi lebih buruk? Kita bisa mencegahnya agar tidak lebih buruk, tetapi untuk melakukan hal ini, maka perlu mendengarkan para ilmuwan dan ekonom. Semuanya mengatakan bahwa situasi sudah menjadi alarm merah, Amerika Serikat dan dunia sedang menghadapi bahaya”.

Menurut laporan-laporan yang diumumkan secara serempak oleh PBB menjelang COP 28, alasan mendalam dari situasi perubahan iklim yang alarm sekarang ini ialah dunia masih belum bisa mencapai kemajuan yang signifikan dalam pemangkasan gas emisi rumah kaca.

Kembali dengan Masalah Poros

Pada latar belakang dunia menghadapi serentetan tantangan besar dalam hal perubahan iklim, Konferensi COP 28 dimulai dengan sebuah berita yang optimis pada hari kerja pertama. Yaitu, para pihak telah mencapai kesepakatan resmi untuk mengawali “Dana kerugian dan kerusakan” untuk memberikan kompensasi kepada negara-negara rentan terkait perubahan iklim, dengan sumbangan pada permulaannya sebesar 500 juta USD. Dana ini direncanakan akan menyumbang miliaran USD setiap tahun, dengan demikian memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara miskin dalam mengatasi akibat perubahan iklim serta berupaya memangkas gas emisi.

Konferensi COP 28 dan Tantangan-Tantangan - ảnh 2 Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres (Foto: AFP / VNA)

Menurut para pakar, pada konferensi-konferensi COP yang berlangsung selama bertahun-tahun ini, banyak pihak telah dengan sengaja menghindari menyinggung isu penghapusan bahan bakar fosil, tetapi data ilmiah sekarang menunjukkan bahwa dunia tidak memiliki pilihan lain kecuali secara berangsur-angsur mengurangi bahan bakar fosil apabila ingin mempertahankan target agar suhu bumi tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius pada akhir abad seperti yang sudah dikomitmenkan dalam Kesepakatan Perubahan Iklim Paris 2015. Konkretnya, menurut PBB, jika ingin mempertahankan target ini, dunia harus memangkas 43% volume gas emisi dari sekarang sampai tahun 2030, sama artinya menuntut semua negara meningkatkan ambisinya dan mempercepat pelaksanaan komitmen-komitmen pemangkasan sebelumnya. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menekankan:

Para pemimpin dunia harus bertindak untuk mencegah agar suhu bumi tidak naik lebih dari 1,5 derajat celsius pada akhir abad, perlu bertindak untuk melindungi penduduk dari musibah-musibah iklim dan untuk menghentikan era penggunaan bahan bakar fosil. Kita perlu mempunyai satu komitmen global tentang peningkatan tiga kali lipat volume hasil produksi energi terbarukan, dua kali lipat efisiensi penggunaan energi dan membawa energi bersih kepada semua orang pada tahun 2030”.

Kalangan pengamat menilai bahwa negosiasi-negosiasi tentang bahan bakar fosil pada Konferensi COP 28 akan berlangsung secara sangat menegangkan dan rumit karena perselisihan kepentingan antara banyak pihak. Sekarang, Uni Eropa dan lebih dari 10 negara lainnya sedang mengepalai kelompok kampanye pembentukan uni global untuk menghapuskan bahan bakar fosil, yang mulai dari pemangkasan semua subsidi untuk bahan bakar ini. Namun, Amerika Serikat dan Tiongkok, dua perekonomian terbesar di dunia, sekaligus negara-negara yang membuangkan paling banyak gas emisi, belum menunjukkan minat untuk ikut serta dalam uni ini. Selain itu, banyak perekonomian baru muncul lainnya seperti India, Brasil Indonesia beserta negara-negara minyak juga ingin memprioritaskan diskusi tentang peningkatan investasi bagi energi hijau dari pada penghapusan bahan bakar fosil untuk masa depan yang dekat. Oleh karena itu, COP 28 akan menghadapi tantangan yang sangat besar dalam target mengeluarkan satu naskah komitmen yang terkait bahan bakar fosil yang didukung oleh 198 pihak peserta.

Komentar

Yang lain