Para Sarjana internasional menegaskan bahwa Tiongkok melanggar UNCLOS 1982

(VOVWORLD) - Tahun 2019 menandai masa 25 tahun Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut-tahun 1982 (UNCLOS 1982) resmi menjadi efektif-Naskah yang dianggap sebagai “Undang-Undang Dasar mengenai Samudera” dunia. Meskipun UNCLOS-1982 telah diratifikasi pada tahun 1996, tapi Tiongkok telah melakukan tindakan-tindakan pelanggaran dan tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan UNCLOS. Gerak-gerik Tiongkok baru-baru ini di Laut Timur telah dikutuk keras oleh para sarjana internasional.
Para Sarjana internasional menegaskan bahwa Tiongkok melanggar UNCLOS 1982 - ảnh 1Legislator Eliot L.Engel, Kepala Komisi Hubungan Luar Negeri dari DPR AS (Foto: chinhphu.vn) 

Banyak sarjana menyatakan bahwa serentetan tindakan yang dilaksanakan oleh Tiongkok di Laut Timur – kawasan di mana negara ini tidak memiliki kedaulatan telah melanggar UNCLOS-1982.

Melanggar hukum internasional

Profesor Emeritus,Carl Thayer– Akademi Pertahanan Australia, menyatakan bahwa tindakan-tindakan Tiongkok baru-baru ini adalah sengaja melanggar hukum internasional. Tiongkok tidak pernah mendasarkan tindakan-tindakannya pada hukum. Atau dengan kata lain, Beijing terus mengklaim kedaulatan secara tidak masuk akal terhadap berbagai pulau dan zona perairan di Laut Timur, tidak menggubris vonis-vonis Mahkamah Internasional dan UNCLOS-1982.

Menurut hemat dia, tindakan-tindakan Tiongkok selama beberapa tahun ini menunjukkan bahwa Beijing punya dua target utama. Yang  pertama ialah menegakkan hegemoni melalui pengembangan sumber-sumber daya di laut (yang meliputi  minyak tanah dan gas bakar” di wilayah laut yang termasuk dalam  “garis sembilan putus-putus”. Oleh karena itu, Tiongkok mencegah kegiatan-kegiatan eksploitasi minyak tanah  yang dilakukan  negara-negara pantai dan membeirkan tekanan terhadap semua negara tersebut harus ikut serta pada proyek-proyek eksploitasi bersama dengan Tiongkok.

Yang kedua ialah menyingkirkan partisipasi negara-negara adi kuasa dari luar dalam mengembangkan sumber daya kelautan di Laut Timur. Hal itu termanifestasikan jelas ketika Tiongkok meminta supaya kerjasama ekonomi kelautan harus dilakukan dengan Tiongkok dan negara-negara pantai tidak boleh “dilaksanakan melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan di luar kawasan”.

Dari Amerika Serikat, legislator Eliot L.Engel, Kepala Komisi Hubungan Luar Negeri dari DPR AS dalam pernyataan-nya menekankan bahwa garangnya Tiongkok baru-baru ini di Laut Timur merupakan satu bukti yang mengkhawatirkan tentang sikap tak mau peduli dengan meremehkan hukum dan diplomatik internasional”. Direktur urusan Asia Timur dan Pasifik dari Grup Konsultasi Albright Stonebridge, Antony Nelson menyatakan bahwa survei geologi yang dilaksanakan Tiongkok di Laut Timur- kawasan di mana negara ini tidak memiliki kedaulatan telah melanggar UNCLOS 1982. Dia mengatakan: “Jelaslah bahwa ini merupakan pelanggaran terhadap UNCLOS 1982 dan vonis dari Mahkamah Permanen Internasional tahun 2016 yang bersangkutan dengan gugatan Filipina. Tiongkok telah melanggar dua naskah ini untuk mengklaim kedaulatan terhadap sumber daya alam di kawasan serta berupaya mencegah negara-negara lain menggunakan sumber daya alam ini”.

Sementara itu, Profesor  Stein Tonnesson, dari Institut Penelitian Perdamaian Oslo, Norwegia berbagi pandangan: “Menurut Hukum Laut, Tiongkok tidak punya hak mengeskploitasi sumber kekayaan di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen dari negara-negara lain, Tiongkok sedang berupaya melaksanakan  Garis  Lidah Sapi untuk mengabdi perkembangan tanpa memperdulikan hukum internasional. Tiongkok, kali ini tidak melakukan eksploitasi minyak tanah, melainkan melaksanakan survei secara luas di Laut Timur. Bersamaan itu, Tiongkok mencegah survei yang dilaksanakan oleh semua negara di landas kontinen-nya”.

Akhirnya, Peneliti Collin Koh (Singapura) percaya bahwa kalau Tiongkok terus menimbulkan eskalasi ketegangan di Laut Timur, pembangunan citra sebuah negara bertanggung jawab yang diusahakan oleh negara ini akan mengalami keruntuhan.

Melanggar komitmen-komitmen dari semua negara di kawasan

Tidak hanya tidak menaati UNCLOS-1982 berbagai gerak-gerik Tiongkok baru-baru ini di Laut Timur juga melanggar komitmen-nya dengan negara-negara ASEAN dalam DOC. Menurut naskah yang ditandatangani oleh Tiongkok dengan negara-negara ASEAN pada tanggal 4/11/2002 sehubungan dengan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-8 di Kamboja, Tiongkok bersama dengan semua negara anggota ASEAN berkomitmen mendorong lingkungan damai, bersahabat dan rukun di Laut Timur, tidak mengancam penggunaan atau menggunakan kekerasan, sesuai dengan prinsip-prinsip universal dari hukum internasional, di antaranya ada UNCLOS-1982.

Dalam kehidupan yang berbudaya sekarang, sistem hukum internasional merupakan standar-standar keadilan untuk membela kebenaran dan ketertiban, komunitas internasional perlu bersinergi membela dan berupaya menaatinya. Kalau ada beberapa negara yang tidak menaati hukum internasional, hanya menggunakan kekuatan militer untuk menolak kedaulatan, hak kedaulatan dan hak yurisdiksi dari negara yang lain akan memperlemahkan sistim hukum internasional, hukum laut internasional modern bersamaan itu menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap citra negara itu sendiri. 

Komentar

Yang lain