Tantangan bagi Presiden Terpilih Iran

(VOVWORLD) -Presiden terpilih Iran Masoud Pezeshkian resmi dilantik pada tgl 30 Juli. Sebagai politikus yang relatif radikal, Presiden baru Iran membawa harapan untuk melaksanakan banyak perubahan positif bagi Iran. Namun, Masoud Pezeshkhian menghadapi banyak tantangan besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tantangan bagi Presiden terpilih Iran
Tantangan bagi Presiden Terpilih Iran - ảnh 1Presiden terpilih Iran Masoud Pezeshkian (foto: vna)

 

 Masoud Pezeshkian, 69 tahun, menjadi Presiden Iran setelah memenangkan putaran kedua pemilihan presiden Iran pada tanggal 5 Juli. Pada tanggal 30 Juli, dia resmi menjabat sebagai Presiden Iran, menggantikan Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam kecelakaan pesawat pada 19 Mei.

Tantangan dalam negeri

 Perekonomian merupakan tantangan besar pertama yang harus ditangani Presiden baru Iran. Setelah bertahun-tahun terkena ribuan embargo dan sanksi dari negara-negara Barat terkait program nuklir dan rudal balistiknya, perekonomian Iran berada dalam kesulitan permanen. Inflasi yang tinggi telah berkepanjangan di Iran selama lebih dari dua dekade, membuat kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi sulit dan dianggap sebagai “sumbu ledak permanen” bagi ketidakstabilan sosial. Oleh karena itu, segera setelah terpilih, Bapak Pezeshkian menyatakan bahwa memberantas inflasi merupakan salah satu tugas yang paling mendesak dan langkah yang dilakukan secepat mungkin ialah meningkatkan subsidi energi untuk keluarga miskin, kelompok yang paling terkena dampak inflasi.

Kekhawatiran besar berikutnya adalah akibat sanksi.  Iran kehilangan sumber pendapatan besar dari minyak meski negara ini merupakan salah satu negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia. Kurangnya sumber pendapatan yang besar ini menyulitkan Iran untuk berinvestasi pada pembangunan infrastruktur, memperbaiki jaring pengaman sosial, dan mendekati sumber keuangan, teknologi, dan keterampilan manajemen maju dari luar. Menyadari kesulitan-kesulitan ini, dalam kampanye pemilu, Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa pemerintahan baru Iran perlu mengajukan kebijakan ekonomi yang realis dan memenuhi latar belakang dewasa ini:

  “Bertahun-tahun setelah Revolusi Islam, kita naik panggung dan mengajukan janji-janji tapi tidak dapat dilaksanakan. Itulah masalah terbesar kita. Secara pribadi, saya tidak mengajukan janji kosong. Saya tidak mengatakan hal-hal yang tidak bisa saya lakukan nanti."

 Satu tantangan domestik besar lainnya bagi Presiden Iran yang baru ialah melakukan perubahan aparat pegawai negeri, yang melalui itu memundurkan korupsi dan manajemen yang buruk, faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab utama defisit anggaran yang berkepanjangan dan rendahnya efektivitas kebijakan ekonomi. Untuk menangani masalah ini, Masoud Pezeshkian membentuk Dewan Kebijakan baru, yang melibatkan banyak politisi dan pakar yang berpikiran reformasi dan dipimpin oleh Mohammad Reza Aref, mantan Wakil Presiden Iran (2001-2005), untuk mendorong  pelaksanaan reformasi di bidang-bidang utama. Selain itu, Masoud Pezeshkian juga mengumumkan daftar 18 kriteria yang diperlukan untuk menunjuk Menteri, yang menjunjung tinggi pengetahuan profesinya, keberanian dan kejujuran.

  Lingkungan hubungan luar negeri semakin kompleks

 Hambatan terhadap upaya reformasi ekonomi yang dilancarkan Presiden Masoud Pezeshkian semakin besar ketika Iran menghadapi tantangan hubungan luar negeri dan keamanan yang sangat besar. Kemungkinan untuk mengadakan perundingan tentang perjanjian nuklir Iran pada tahun 2015 (Perjanjian P5+1) antara Iran dan AS, yang melalui itu membantu Iran melonggarkan sanksi ekonomi, saat ini sangat tidak mungkin dilakukan. Pada tanggal 9 Juli, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan pemerintah AS saat ini tidak berniat untuk kembali ke meja perundingan dengan Iran mengenai perjanjian nuklir, dengan alasan dukungan Iran yang terus berlanjut terhadap pasukan anti-Amerika dan Israel di kawasan.

 Menurut pakar Alex Vatanka, Direktur Program Iran di Institut Timur Tengah Amerika Serikat, sulit adanya terobosan dalam kebijakan luar negeri Iran di bawah pimpinan Presiden Masoud Pezeshkian.

  “Dalam topik-topik besar, seperti: hubungan dengan AS, pandangannya tentang Israel, pandangan mengenai program nuklir dan rudal Iran serta tindakan di kawasan dan sebagainya, Masoud Pezeshkian  menunjukkan pandangan yang relatif jelas bahwa semua topik ini memerlukan partisipasi penanganan dari banyak pihak.”

 Menurut para pengamat, dalam pernyataan pertamanya setelah terpilih, Masoud Pezeshkian mengeluarkan pandangan-pandangan tentang hubungan luar negeri yang serupa dengan pendahulunya Ebrahim Raisi, terutama mengenai konflik Israel-Hamas yang sedang terjadi di Gaza, serta risiko pecah konflik dengan skala besar antara Israel dan pasukan Hezbollah di Lebanon./.

Komentar

Yang lain