Tantangan yang harus dihadapi Uni Eropa dan Turki dalam masalah migran

(VOVworld) – Setelah mengadakan perundingan yang menegangkan selama 12 jam di Brussels, Belgia, pimpinan negara-negara anggota Uni Eropa dan Turki, Senin (7/3), tidak bisa mengajukan solusi yang layak laksana untuk menangani krisis migran besar yang belum pernah ada di Eropa sejak Perang Dunia II. Sebagai gantinya, para pihak hanya sepakat melakukan perbahasan selama 10 hari lagi, sebelum bisa menanda-tangani satu permufakatan yang kongkrit.


Tantangan yang harus dihadapi Uni Eropa dan Turki dalam masalah migran - ảnh 1
Para peserta Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa - Turki
(Foto: Reuters/VOV)


Menurut rencana awal, Konferensi Tingkat Tinggi antara Uni Eropa dan Turki akan melakukan perbahasan dalam waktu 3 jam, tapi akhirnya terus berlarut-larut sampai 12 jam tapi masih belum dapat memecahkan seakar-akarnya masalah dalam krisis migran. Pada jumpa pers setelah konferensi tersebut, para pihak memberitahukan akan melakukan perbahasan tambahan baru bisa menanda-tangani permufakatan terinci untuk mencegah kedatangan kaum migran ke Eropa.


Rekomendasi yang sulit terlaksana dari Turki

Benar seperti prakiraan kalangan analis menjelang Konferensi tersebut, Turki telah memanfaatkan setuntas-tuntasnya keunggulan untuk mengajukan rekomendasi-rekomendasi yang menguntungkan dirinya sendiri, yaitu para pemimpin Uni Eropa sedang bersandar pada Ankara untuk menemukan jalan keluar bagi krisis migran dimana hampir semua kaum migran harus melewati Turki untuk datang ke Eropa. Oleh karena itu, pada konferensi tingkat tinggi tersebut, Ankara meminta kepada Uni Eropa supaya memberikan bantuan tambahan sebesar 3 miliar Euro dalam waktu 2 tahun mendatang (selain dana sebesar 3 miliar Euro yang sudah dikomitmenkan sebelumnya), menerapkan sistim kawasan Schengen untuk warga negara Turki pada Juni ini (alih-alih pada akhir tahun) dan mempercepat perbahasan tentang masalah masuknya negara ini ke dalam Uni Eropa.

Menghadapi tuntutan-tuntutan yang terlalu tinggi dari Turki ini, tampaknya Uni Eropa sulit memenuhinya. Dari pada mengeluarkan keputusan terakhir, negara-negara Eropa hanya bisa berjanji memberikan dana yang lebih besar dari 3 miliar Euro kepada Turki untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi, namun tidak bisa naik sampai 6 miliar Euro. Angka kongkritnya akan terus dibahas. Uni Eropa juga akan menggelarkan kembali perundingan tentang masalah masuknya Turki ke dalam Uni Eropa. Akan tetapi, semua orang bisa memahami bahwa hal ini tidak bisa cepat dan proses perundingan mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun.

Satu titik cerah langka yang disepakati Uni Eropa dan Turki pada konferensi tingkat tinggi tersebut yalah dua pihak (dengan bantuan dari NATO) akan segera memburu pelaku perdagangan manusia di laut Egee yang membawa pengungsi secara ilegal dari Turki ke Yunani.

Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa – Turki telah berakhir tanpa mencapai keputusan apapun yang bersangkutan dengan solusi menghadapi krisis migran. Bisa dilihat bahwa Uni Eropa lebih memerlukan Turki daripada sebaliknya. Oleh karena itu, walaupun hasilnya belum bisa memenuhi tuntutan masing-masing pihak, tapi pernyataan semua pemimpin Uni Eropa yang menyambut rekomendasi Ankara membuktikan bahwa betapa besarnya keinginan blok ini dalam mencapai permufakatan mencegah kedatangan kaum migran ke Eropa, khususnya pada latar belakang krisis sedang menguji secara serius solidaritas antara negara-negara Uni Eropa.


Permufakatan terinci masih berada di depan

Dengan demikian, harus menunggu sampai Konferensi Tingkat Tinggi periodik Uni Eropa mendatang, yang direncanakan akan diadakan dari 17-18/3 ini baru bisa diketahui apakah negara-negara Eropa bisa bersandar pada solusi Turki untuk mengakomodasi arus migran ke Eropa atau tidak. Akan tetapi, segera setelah Konferensi tersebut muncul kecemasan bahwa dengan menyetujui syarat-syarat dari Turki itu, Uni Eropa akan membentuk satu preseden yang berbahaya – prinsip-prinsip demokrasi teras dari Uni Eropa dijadikan “barang pertukaran”. Para kritikus mencemaskan bahwa Uni Eropa akan kehilangan prestise secara serius jika menutup mata memenuhi semua tuntutan Ankara. Pada saat itu, Direktur Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Pengungsi (UNHCR) Eropa, Vincent Cochetel, memberitahukan pendeportasian kolektif orang asing yang dilarang menurut Konvensi tentang Hak Manusia Eropa tidak sesuai dengan Undang-Undang Eropa dan hukum internasional.

Mengenai keanggotaan Uni Eropa, Ketua Parlemen Eropa (EP), Martin Schulz, menyatakan bahwa masalah masuk Uni Eropa tidak bisa dijadikan persyaratan bagi Ankara untuk melaksanakan semua tanggung jawabnya dalam masalah migran. Dia menekankan bahwa Eropa akan membedakan secara jelas perundingan-perundingan tentang masuknya Turki ke dalam Uni Eropa dengan krisis migran sekarang.

Akan tetapi dengan posisi geografi yang penting, semua upaya dari negara-negara Uni Eropa dalam mengontrol garis perbatasan akan sama sekali tak berguna jika tanpa jabatan tangan dari Turki. Sekarang di Turki ada sampai hampir 4 juta orang migran Suriah dan jika Pemerintah Ankara melonggarkan langkah-langkah keamanan, kaum migran itu akan mencari segala cara untuk melanda Eropa, menciptakan satu krisis kemanusiaan yang buruk.

Keputusan terakhir tentang rekomendasi Turki akan disampaikan Uni Eropa pada Konferensi tingkat tinggi pada pekan mendatang. Adakah solusi untuk memenuhi semua tuntutan masing-masing pihak? Hasilnya masih menunggu isi rincian yang mungkin dicapai Uni Eropa dan Turki pada Konferensi Tingkat Tinggi dalam waktu 10 hari mendatang. 

Komentar

Yang lain