Tekanan merevisi permufakatan nuklir Iran

(VOVWORLD) - Kalau memantau situasi internasional selama hari-hari ini bisa tampak bahwa permufakatan nuklir Iran sedang menghadapi tekanan háu merevisi yang semakin besar. Berlainan dengan pernyataan-pernyataan yang belum jelas sebelumnya, , Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada tanggal 12 Januari ini  telah mengeluarkan batas waktu  kongkrit untuk merevisi permufakatan yang bersejarah ini menurut arah yang dianggap oleh AS adalah lebih  masuk akal. Sudah barang tentu, tekanan AS menjumpai tentangan dari opini umum internasional, tapi latar belakang ini juga menunjukkan bahwa negara-negara yang bersangkutan perlu memperhitungkan langkah-langkah yang akan datang kalau tidak menginginkan mengalami kerutuhan permufakatan ini.
Tekanan merevisi permufakatan nuklir Iran - ảnh 1Reaktor nuklir Arak di Iran Tengah  (Foto: AP/VNA) 

Setelah 12 tahun melakukan perundingan dan saat-saat tahap akhir yang menegangkan, permufakatan bersejarah tentang masalah nuklir Iran telah dicapai pada bulan Juli 2015. Permufakatan nuklir bersejarah Iran ini atau disebut sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sehingga bisa menghapuskan semua sanksi ekonomi terhadap Iran untuk ditukar dengan Negara Republik Islam ini membatasi program nuklirnya yang kontroversial.

Permufakatan JCPOA dianggap sebagai satu hasil paling sukses yang dicapai oleh Pemerintah pimpinan Presiden AS, Barack Obama. Tetapi sampai pada penerusnya, Presiden Donald Trump telah mencari semua cara untuk menyingkirkan semuanya.

 

Maksud di belakang tekanan merevisi permufakatan nuklir Iran

Satu hal yang mudah dilihat bahwa di antara 7 negara peserta perundingan dan penandatanganan permufakatan nuklir Iran (Inggris, Perancis, AS, Tiongkok, Rusia, Jerman dan Iran), hanya ada satu-satunya AS yang menuntut revisi permufakatan ini.

Sejak kampanye pemilihan, Donald Trump telah menyatakan bahwa JCPOA merupakan “salah satu di antara permufakatan-permufakatan yang paling dungu” yang pernah dia saksikan. Dia memperingatkan bahwa naskah ini tidak bisa mencegah Teheran memiliki senjata nuklir. Washington juga merasa tidak puas tentang peningkatan pengaruh Iran di kawasan melalui intervensi pada Yaman, Suriah dan memberi suplai senjata kepada Gerakan Hezbollah dan lain-lain walaupun Donald Trump tidak bisa mengeluarkan buktinya.

Oleh karena itu, sejak dilantik, Pemimpin Gedung Putih  tidak henti-hentinya mencari semua alasan untuk menegasi semua nilai yang diberikan oleh JCPOA. Washington tidak menggunakan alasan Iran melanggar ketetapan-ketetapan JCPOA, tapi menyatakan bahwa harus melakukan perundingan kembali semua ketetapan dari JCPOA. Kalau tidak, AS akan menolak ikut serta dalam permufakatan ini.

Dengan tujuan memaksa melakukan revisi JCPOA, maka tanpa memperdulikan  masalah Iran dicatat oleh negara-negara Eropa dan IAEA telah melaksanakan secara serius semua ketetapan dalam JCPOA, tapi pada bulan Juli 2017, Donald Trump masih mengeluarkan perintah menerapkan sanksi-sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Tiga bulan kemudian, Presiden AS juga menolak membenarkan bahwa Iran menaati permufakatan ini dan melemparkan hak memutuskan kepada Kongres negara ini.

Jelaslah bahwa AS sedang mencari semua cara untuk mencapai tujuannya. Akan tetapi hal apa-apa yang membuat Washingtong tidak menggubris semua tentangan dari negara-negara yang pernah menandatangani permufakatna yang bersejarah ini pada tahun 2015? Alasannya karena selain kepentingan AS, tapi hakekat yang sebenarnya dari tuntutan  Donald Trump ialah menimbulkan tekanan  terhadap Iran untuk mengubah politiknya di Timur Tengah, menenteramkan hati dua sekutunya di kawasan yaitu Israel dan Arab Saudi yang sudah lama  merasa cemas Iran berencana membuka satu koridor melalui wilayah Irak ke Suriah untuk mengancam keamanan mereka. Oleh karena itu,  setelah semua gerak-gerik Presiden Donald Trump tentang JCPOA, sekutu-sekutunya di kawasan, terutama Israel selalu bersuara mendukungnya.

Selain itu, satu alasan lagi yang perlu diungkapkan ialah Donald Trump perlu melaksanakan janji-janjinya dalam kampanye pemilihan. Dan sekarang ini merupakan saat yang sesuai.

 

Apakah adanya revisi

Yang mendesak, barang kali revisi ini sulit berlangsung, tapi untuk jangka-panjang tidak ada yang bisa memastikan hal ini. Dikatakan begitu karena hingga saat ini, 6 negara peserta penandatanganan permufakatan nuklir Iran tetap mempertahankan pendiriannya yaitu tidak perlu merevisi permufakatan ini. Mereka mengerti tentang nilai-nilai yang diberikan oleh permufakatan bersejarah ini dalam membatasi ambisi nuklir Iran. Dan pernyataan-pernyataan yang bermaksud  merusak pelaksanaan JCPOA hanya meningkatkan pesimisme dan instabilitas.

Selain itu, runtuhnya permufakatan ini akan menimbulkan kerugian terhadap dialog-dialog dengan Republik Demokrasi Rakyat Korea tentang masalah denuklirisasi di semenanjung Korea dan menimbulkan pengaruh negatif terhadap upaya perlucutan senjata nuklir di dunia.

Begitulah yang mendesak, tapi untuk jangka-panjang, pastilah bahwa Washington akan terus menimbulkan tekanan yang lebih kuat lagi untuk memaksakan revisi terhadap permufaktan ini. Itu bisa merupakan penguatan sanksi-sanksi terhadap Teheran melalui undang-undang tentang transparansi  yang menuntut  keuangan terbuka dari para pejabat senior Iran dan lain-lain.

Dua tahun yang lalu, ketika menandatangani permufakatan nuklir Iran, wakil semua negara telah pernah berharap agar permufakatan ini akan membantu menutup salah satu di antara dokumen-dokumen nuklir yang paling rumit di dunia seperti halnya dengan dokumen nuklir Republik Demokrasi Rakyat Korea. Akan tetapi, semua yang berlangsung dalam kenyataan sedang memperlihatkan bahwa penandatanganan adalah satu soal sedangkan semua pihak menaatinya atau tidak adalah soal lain.  

Komentar

Yang lain