"Hak kebebasan atau obsesi orang Amerika Serikat?"

(VOVworld) – Setelah serentetan pemberondongan mengerikan yang membuat banyak orang yang tewas dan luka-luka, pada Rabu 8 Agustus, Jawatan Kepolisian Kota New York (Amerika Serikat) meminta kepada jejaring sosial Twitter supaya mengumumkan nama seorang anggotanya ketika orang ini mengirim pesan yang mengancam akan melakukan pemberondongan di gedung teater Broadway, sama seperti pembantaian dalam pemutaran film Batman 3, beberapa pekan lalu. Kasus tersebut membuat opini bertanya-tanya akan alasan mengapa di Amerika Serikat terus-menerus terjadi kekerasan dengan senapan dan apakah itu merupakan harga yang harus dibayar untuk apa yang dinamakan sebagai hak kebebasan orang Amerika Serikat. 


Kuil agama Sikh, tempat kejadian pembantaian menewaskan 7 orang
(Foto: anninhthudo.vn)

Tidak sampai 2 pekan setelah terjadinya pemberondongan yang berlumuran darah di bioskop Aurora, negara bagian Colorado yang menewaskan 12 orang dan mencederai 59 orang yang lain, pada 6 Agustus lalu, Amerika Serikat sekali lagi terguncang oleh satu pemberondongan yang mengerikan di kuil agama Sikh di kota Milwaukee di negara bagian Winconsin utara sehingga menewaskan sedikit-dikitnya 7 orang. Ini hanya merupakan dua tragedi terkini yang bersangkutan dengan kekerasan senapan yang sedang melanda secara luas dan mendalam di seluruh Amerika Serikat.

Pada kenyataannya, orang Amerika Serikat telah berkali-kali menyaksikan kejadian pemberondongan dan pembantaian di tempat publik seperti itu. Tidak jarang, Amerika Serikat mengadakan acara mengenangkan, menganalisis motif kejahatan dari pelakunya dan berdebat tentang masalah mengontrol senapan. Tetapi situasi ini tampaknya tetap tidak menjadi baik, situasi kekerasan dan frekuensinya semakin meningkat. Satu paradoksal lagi ialah setiap kali terjadi satu kasus pemberondongan, jumlah senapan yang dijual malah meningkat drastis. Pada Januari 2011, jumlah senapan yang terjual di negara bagian Arizona naik kira-kira 60% segera setelah pemberondongan yang menewaskan 6 orang dan menlukai 10 orang yang lain. Sedangkan di negara bagian Colorado, pada akhir pekan lalu, Kantor Investigasi Colorado memberitahukan bahwa mereka telah mengesahkan naskah-naskah pemeriksaan identitas untuk kira-kira 2.900 orang yang ingin mendaftarkan diri untuk membeli senjata, naik 43% terbanding dengan pekan sebelumnya. Perusahaan Produksi Senapan Sturm, Ruger & Co di negara bagian Connecticut telah harus berhenti menerima pesanan setelah mereka menerima pesanan yang ingin membeli kira-kira 1 juta senapan dalam waktu 3 bulan awal tahun ini. 


Satu toko jual senjata di Amerika Serikat
(Foto: tuoitre.vn)

Menurut statistik, pada tahun 2011 kira-kira 11 juta senapan telah terjual di Amerika Serikat dan pada tahun ini, angka itu pasti akan jauh meningkat. Satu Lembaga Swadaya Masyarakat Amerika Serikat baru-baru ini telah menggelarkan satu kampanye Mencegah kekerasan dengan senapan. Menurut data statistik lembaga ini, setiap menit di Amerika ada satu lusin senapan yang terjual secara sah. Sekarang ada kira-kira 300 juta senapan yang dimiliki secara perseorangan, hampir cukup untuk mempersenjatai setiap warga Amerika Serikat, baik pria, wanita maupun anak-anak. Ada 4 diantara 10 keluarga di Amerika Serikat yang menyimpan senapan di dalam rumah. Diantaranya, sejumlah kecil orang yang bahkan memiliki satu koleksi jenis-jenis senapan yang terdiri dari 7 buah senapan. Prosentase kasus-kasus pembantaian dengan senapan di Amerika Serikat sekarang berada pada taraf 19,5%, jauh lebih tinggi beberapa kali lipat terbanding dengan negara-negara kaya yang lain. Diantara 23 negara yang paling kaya di dunia, 80% jumlah kasus yang tewas karena senapan adalah orang Amerika Serikat.

Dalam situasi pemberondongan berlangsung secara cukup umum di Amerika Serikat dan hak penggunaan senapan disetujui Undang-Undang Dasar, maka perdebatan di sekitar pemberlakuan satu Rancangan Undang-Undang tentang pengontrolan senapan tetap belum mencapai hasil. Kedua pihak yang menentang dan menyokong kepemilikan senapan pribadi mempunyai alasannya sendiri-sendiri. Satu pihak memperingatkan bahwa harus melarang penjualan senapan karena hal itu terlalu berbahaya bagi keselamatan komunitas. Sedangkan pihak yang lain mengambil alasan bahwa karena situasi terlalu kurang aman maka semua orang harus membeli senapan untuk bela diri dan larangan terhadap pembelian senapan berarti menggencet semua kebebasan yang mendasar dari rakyat. 


Rancangan Undang-Undang tentang pengontrolan senapan tetap belum mencapai hasil
(Foto: ammoland.com)

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama sendiri juga sulit mengeluarkan keputusan yang bersangkutan dengan pengontrolan senapan pada periode sekarang. Dalam kampanye pemilihan Presidennya, dia pasti tidak ingin kehilangan dukungan dari para pemilih di negara-negara bagian seperti Ohio, Pennsylvania dan Virginia, tempat yang mayoritas pemilih ingin memiliki senapan, hak yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat sejak negara ini didirikan, dilanggar. Sementara itu, kelompok-kelompok penggerakan lobi untuk senapan yang dikepalai oleh Asosiasi Senapan Nasional semuanya mempunyai sangat banyak uang dan merupakan satu kekuatan yang punya banyak pengaruh di Washington.

Jelaslah bahwa tanpa memperdulikan imbauan-imbauan yang dikeluarkan pasca pemberondongan-pemberondongan yang mengerikan pada waktu lalu, Amerika Serikat tetap tidak punya kesiapan dalam hal politik untuk menghentikan situasi terjerumus yang sulit diatasi yang memakan waktu selama ini di sekitar masalah pengontrolan terhadap penggunaan senapan. 


Banyak orang menyokong RUU tersebut setelah pembantaian di Kuil Sikh
(Foto: dailyrecord.co.uk)

Pada masa memegang kekuasaan dari 1977 sampai 1981, Mantan Presiden Jimmy Carter dari Partai Demokrat selalu konsisten mengimbau pelarangan senjata ofensif. Sementara itu Mantan Presiden Bill Clinton dari Partai Demokrat pada tahun 1994 juga telah menanda-tangani dua Undang-Undang yang mengetatkan pengontrolan terhadap senjata. Akan tetapi semua Undang-Undang tersebut telah habis efektif sejak tahun 2004 dan sampai sekarang, semua upaya memperbaruinya tidak berhasil.

Hal yang patut dibicarakan lagi ialah sikap massa rakyat Amerika Serikat sekrang terhadap kenyataan kekerasan dengan senapan di negara ini tetap tidak berubah. Menurut hasil satu jajak pendapat yang baru-baru ini dilakukan, ada 49% responden Amerika Serikat yang mengatakan bahwa pembelaan hak penggunaan senapan adalah hal yang lebih penting sedangkan hanya ada 45% responden mendukung pengontrolan secara ketat terhadap senapan. Banyak orang berpendapat bahwa senapan tidak membunuh orang, hanya orang-lah yang menggunakan senapan untuk saling membunuh. 


Kesakitan pasca pembantaian di kuil Sikh
(Foto: dailybeast.co.uk)

Akan tetapi pada periode industrialisasi, orang lebih muda menjadi tegang atau kehilangan self-kontrol, di samping itu mereka bisa mudah memiliki senjata, maka bahaya terhadap nyawa komunitas akan semakin menjadi serius. Selama Amerika Serikat belum bisa mencapai kesepakatan terhadap satu Undang-Undang tentang pengontrolan terhadap senjata, maka rakyat negeri ini akan tetap harus membayar harga dengan nyawa mereka sendiri./. 

Komentar

Yang lain